Mengukir Prestasi Dengan Nikah Dini




Saya menulisnya ketika hati semakin bergejolak untuk segera menikah, dan proposal nikah sudah ada di tangan saya. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi ikhwah fillah yang belum menikah. 

Mengukir Prestasi dengan Nikah Dini

Prestasi dan nikah dini sepintas nggak ada hubungannya. Tapi kalo dirunut lebih jauh, ternyata ada lho hubungannya. Ini bukannya ngomporin kamu yang masih pada sibuk studinya untuk ngerengek minta nikah ke ortu. Tapi kita coba ngejelasin ke sobat eL-Ka bahwa menikah di usia dini bisa menjadi motivasi untuk meraih prestasi yang diharapkan.

Menikah di usia dini atau yang populernya disebut nikah dini sebenarnya nggak jauh beda sama pernikahan pada umumnya. Yang beda itu cuma soal timing-nya aja. Maksudnya pelaku nikah dini lebih muda daripada pelaku nikah nini.  Sedangkan rukun nikahnya sama aja, ada kedua calon pengantin, mahar, minimal dua orang saksi yang adil, wali dari pihak calon pengantin wanita, dan ijab qabul.

Namun, terkadang masyarakat melihat lain terhadap pelaku nikah dini, mencibir atau bikin gosip yang ngak-ngak. Pandangan kayak gini biasanya karena mereka membandingkan pelaku nikah dini dengan nikah dininya versi beberapa selebritis yang jadi bahan gossip di infotaintment.

Bahkan, ada juga ortu yang masih menganggap pernikahan dini sebagai hal yang ‘aneh’. Biasanya, mereka menganggap keputusan anaknya tuk nikah dini terlalu terburu-buru. Masih ada hal lain yang perlu dipikirkan, seperti studi, karir dan lain-lain. Maksudnya sih supaya dapetin penghasilan tetap dulu, kalu udah mapan baru diizinin mikirin untuk nikah. Jadi persoalan sebenarnya bukan karena pernikahannya , tapi sikap dan cara pandang masyarakat atau ortu terhadap nikah dini. 

Hal itu wajar aja kok. Untuk kamu yang pro nikah dini atau berencana untuk nikah dini, tentunya harus memandang fenomena itu secara fair. Kamu jelaskan ke ortu kalo keinginanmu untuk menikah itu udah dipikirkan dengan matang. Sampaikan juga kalo niat kamu itu bukannya terburu-buru ngebet mo dapetin pendamping, tapi menyegerakan kebaikan. Apalagi jika kamu udah terlanjur TTM alias Ta’aruf Terlanjur Mesra, atau takut terjangkit Virus  Merah Jambu (VMJ). Atau daripada jempol kamu bengkak karena sibuk sms-an menebar janji gombal yang bisa menjerumuskan kamu ke dalam lembah kemaksiatan (ada ya lembah kemaksiatan??, mending cepetan kamu menyempurnakan separuh din kamu. Ingat bos, Gerakan Syahwat Merdeka (GSM) udah mengepung kita di mana-mana. Bagi kamu yang nggak bisa Jaim (Jaga Iman), bisa–bisa malah tergoda untuk bermaksiat. Na’udzubillah! Jangan sampe deh!

Rasulullah saw bersabda “Wahai para pemuda, barangsiapa telah mampu diantara kalian hendaklah melaksanakan pernikahan, karena ia dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa tidak mampu hendaklah berpuasa, karena ia menjadi benteng perlindungan ”(HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasa’i)

“Barangsiapa menikahi seorang perempuan karena ingin menjaga pandangan mata, memelihara kemaluan dari perbuatan zina, atau menyambung tali persaudaraan, maka Allah akan mencurahkan keberkahan kepada keduanya” (HR Thabrani)

Kalo kamu udah mengondisikan ortu, bicara blak-blakan soal rencana kamu untuk segera menikah. Restu ortu juga penting sebagai bakti cinta dan rasa hormat kepada mereka. Biasanya ortu nggak mudah mau melepas anaknya yang ujug-ujug minta nikah. Di satu sisi kamu mau mengoptimalkan potensi diri dengan nikah dini, di sisi lain ada ortu yang udah sekian lama membesarkan kamu dengan segala pengharapannya.

Haekal Siregar – Penulis buku Nikah Dini KereeeeN!, punya pandangan unik tentang hal ini. Putra novelis terkenal Pipiet Senja ini berpandangan bahwa sebagai lelaki ‘teorinya’ memang tidak butuh restu ortu untuk menikah, tapi kan sangat baik kalo direstui. Kan ridha Allah tergantung kepada keridhaan ortu kita juga. 

Cara ngedapetin restu itu bisa dengan menunjukkan kalo kamu udah siap menikah dengan kedewasaan dan menjalin komunikasi yang efektif dengan ortu. “Intinya komunikasi kok. Al-Qur’an itu ngasih kita diksi yang luar biasa untuk berinteraksi dengan orang tua, Washahibhumaa … Dan bersahabatlah dengan mereka! Dengan nge-friend sama ortu tentu kesalingpahaman lebih mudah kita raih”, ujar Salim A Fillah – penulis buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan.

Kamu bisa mulai dari hal-hal yang sederhana, seperti cuci baju sendiri, masak nasi goreng sendiri, merapikan kamar sendiri atau tidak lagi ngerengek minta uang jajan. Itu untuk nunjukkin kalo kamu udah bisa mandiri, udah nggak manja lagi. Untuk kamu yang cewek bisa ikut bantu-bantu mamah masak di dapur, minimal bisalah masak-masak sayur atau goreng-goreng apa gitu! Jangan lagi suka ngambek sama adik atau kakak kamu gara-gara rebutan remote televisi. Pokoknya, jangan lagi terlihat childish lah … 

Selain meyakinkan ortu, bagi kamu yang cowok juga harus mempersiapkan hal lainnya, materi misalnya. Ini bukan berarti mendidik kamu menjadi cowok matre, tapi agar bersikap realistis. Hidup itu kan butuh materi, nanti mau dikasih makan apa istri kamu, apa cukup dikasih makan cinta aja? Ntar, kata mertua, “Makan tuh cinta …!”

Menurut Ust. M. Suparyono yang juga anggota DPRD Kota Depok “nggak benar bila seseorang mau menikah sementara sama sekali belum punya penghasilan. Karena seorang pria setelah menikah ia akan bertanggungjawab pada istrrinya, baik ekonomi maupun yang lainnya” ujarnya.

Trus, Ust. M. Suparyono menambahkan, yang utama adalah kesiapan mental dan pengetahuan. Kesiapan mental bisa dilakukan dengan banyak bertanya pada orang yang telah menkah, sedangkan kesiapan pengetahuan antara lain dengan mempelajari hak dan kewajiban suami/istri. Intinya, al-ilmu qabla amal (Paham dulu sebelum berbuat).

Bagi kamu yang kebetulan aktivis kampus, hal ini bisa juga dijadikan sebagai lahan dakwah ke keluarga. Kamu bisa bilang ke ortu kalo nikah itu bagian dari ibadah, sama kayak ibadah lainnya. Jadi ada aturan mainnya. Misalkan soal resepsi pernikahan kamu bisa ngajak ortu ke walimahan teman. Kemudian kamu minta pandangan ortu tentang acara itu, kalo malah ngegerutu karena ada hijabnya, kamu bisa ngejelasinnya secara bertahap. 

Sosialisasi calon pasangan yang diharapkan juga penting lho … Sesekali undang temen-temen sesama aktivis untuk ngadirin acara di rumah, biar ortu ngeliat sendiri tipe pasangan seperti apa yang diharapkan. Awalnya mungkin akan komentarin temen-temen kamu yang jilbabnya pada gondrong-gondrong atau ikhwan yang jenggotnya panjang melambai. Bisa aja kan suatu ketika ortu bilang ke kamu, “temen kamu yang biasa datang kalo pas ada acara di sini kemana? … kayaknya cocok tuh buat kamu…” Ehm, udah lampu ijo tuh….!

Pengkondisian ke ortu udah, sosialisasi juga udah. Tapi belum punya penghasilan tetap. Gimana dwong … ? Don’t worry be happy! Selama kamu punya niatan kuat untuk cari ma’isyah, Insyaallah banyak jalan menuju surge. Soal rizki kan Allah udah jamin, Syaratnya kerja keras dan taat sama aturan Allah. Tunjukkan bahwa kamu, seperti kata Hasan al-Banna, Qaadirun ‘alal Kasbi (Mampu mencari nafkah yang halal).

Menurut Cayadi Takariawan dalam bukunya berjudul Di Jalan Dakwah Aku Menikah, pernikahan adalah peristiwa tarbiyah islamiyah (pembinaan islami) dengan melaksanakan pernikahan akan menguatkan sisi-sisi kebaikan individual dari kedua mempelai. Ada seseorang di sisi kamu yang dengan penuh cinta menghadirkan waktunya untuk bersama melakukan pembinaan diri dan menjaga kebaikan. Bersama saling memotivasi ustuk istiqomah, meningkatkan amal shalih dan menyerukan kebenaran. Saling curhat dan memberikan solusi atas masalah yang kamu hdapi. “Sesungguhnya seseorang tidak akan mati samapi dipenuhi rezekinya” (HR. Ibnu Majah).

Dengan menikah dini kamu juga akan tertantang untuk mencari jalan bagaimana harus menafkahi istri, membiayai kebutuhan rumah tangga dengan status sebagai mahasiswa. Dengan begini ngak ada lagi yang namanya gengsi-gengsian. Ngak bakalan malu kalo harus ngajar di bimbel., dan nggak malu lagi kalo setiap romadhan buka stand makanan berbuka puasa di kampus. Otak kanan kamu akan bekerja 36 jam sehari untuk memikirkan gimana caranya agar bahtera rumah tangga yang kamu bangun bisa survive dan bisa menyelesaikan kuliah dengan prestasi yang bagus.

Menurut Salim A Fillah yang juga pelaku nikah dini, terkadang rizki kita terhalang oleh rasa malu atau gengsi. Kita malu untuk berikhtiar di jalan yang halal. Karena pandangan masyarakat, bahwa nggak pantes mahasiswa jualan seafood, jualan buku, jualan gorengan, kita jadi gengsi meraih rizki. Padahal bisa jadi rizki Allah ada di sana untuk kita. Ketika kita menikah, tanggung jawab membuat kita mau tak mau harus menggeser rasa malu dan gengsi itu. Kalo udah nikah masih sok gengsi, mending ke laut aja! “Seandainya pun sewaktu kita menikah sudah punya pekerjaan, rumah, mobil,, dll. Siapa yang bisa jamin besok semua itu masih ada? Jadi saya jalani saja setiap hari dengan usaha sebaik-baiknya. Alhamdulillah rezeki malah mengalir lebih lancar setelah saya menikah. Saya mengajar di UI, jadi freelance programmer, penulis, semua yang keraih dan dikerjain.” Ujar Haikal Siregar yang saat ini bekerja di Artajasa dan melanjutkan studi Magister Teknologi Informatika Universitas Indonesia.

Friends, nggak masalah kalo kamu mau nikah dini tapi masih kuliah. Nggak ada masalah juga kalo belum punya penghasilan tetap, yang penting tetap punya penghasilan. Nggak ada masalah juga kalo belum punya rumah sendiri selama kontrakan masih banyak atau bisa tinggal sementara waktu di Pondok Mertua Indah, Nggak ada masalah juga kalo belum dapet ijazah yang penting udah dapet ijab syah.

Untuk mewujudkan sebuah cita-cita besar dibutuhkan pengorbanan besar pula. Bulatkan tekad dan tawakkal kepada Allah untuk mengejar prestasi yang kamu harapkan dengan menikah pada usia dini. Udah siap?

Evan Hamzah
Laporan : E, Sudarmaji, Diyah Kusumawardhani
Dimuat di Majalah Sabili No. 15 Th. XIV 8 Februari 2007 / 20 Muharram 1428


Comments

Popular posts from this blog

BSM Dapat Suntikan Rp 300 Miliar

Ekpansi Pembiayaan Menengah, BSM Lihat Potensi Daerah

Pembiayaan Properti Lampaui Batas